Mengapa Sriwijaya Disebut Kedatuan Bukan Kerajaan

Pertanyaan yang sering muncul di kalangan para peneliti dan sejarawan adalah mengapa Sriwijaya sering disebut sebagai kedatuan bukan kerajaan. Menyelami sejarah Nusantara, kita akan menemukan bahwa penamaan ini menggambarkan lebih dari sekadar perbedaan terminologi. Ini adalah sebuah jendela yang membuka kepada kita pandangan yang lebih mendalam tentang struktur sosial, politik, dan budaya yang mengatur kehidupan masyarakat maritim pada masa lampau. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi kompleksitas sejarah Sriwijaya dan mengapa istilah “kedatuan” mengungkapkan esensi yang lebih sesuai daripada “kerajaan”.

Sejarah Sriwijaya

Sriwijaya adalah sebuah negara maritim yang berdiri di wilayah Nusantara pada masa lampau, terutama mencapai puncak kejayaannya pada abad ke-7 hingga ke-14 Masehi. Sebagai pusat perdagangan dan kekuatan maritim di kawasan Asia Tenggara, Sriwijaya mengendalikan jalur perdagangan yang vital antara Cina, India, dan dunia Islam di Timur Tengah. Hal ini memberikan kontribusi besar terhadap kemakmuran dan kekayaan Sriwijaya serta pengaruhnya yang luas di kawasan tersebut.

Mengapa Sriwijaya Disebut Kedatuan Bukan Kerajaan

  1. Struktur Pemerintahan yang Berbeda

    Salah satu alasan utama mengapa Sriwijaya disebut sebagai “kedatuan” adalah karena struktur pemerintahannya yang berbeda dari model kerajaan yang umumnya dikenal. Sriwijaya memiliki sistem pemerintahan yang lebih terdesentralisasi, di mana kekuasaan terpusat tidaklah sepenuhnya di tangan seorang raja atau monarki sentral, melainkan terbagi di antara beberapa datu atau kepala suku yang memerintah di berbagai wilayah.

  2. Kekuatan dan Otoritas yang Berpusat di Pelabuhan-Pelabuhan

    Selain itu, pengaruh Sriwijaya lebih didasarkan pada kekuatan ekonomi dan maritim daripada otoritas politik sentral yang kuat. Pelabuhan-pelabuhan utama seperti Palembang menjadi pusat perdagangan dan kegiatan ekonomi, di mana pedagang dari berbagai belahan dunia berkumpul untuk berdagang dan bertukar budaya. Dalam konteks ini, kedatuan lebih mencerminkan struktur sosial dan politik yang berbasis pada kegiatan perdagangan dan maritim.

Implikasi Budaya dan Identitas Bangsa

Penggunaan istilah “kedatuan” untuk merujuk pada Sriwijaya tidak hanya memiliki konsekuensi sejarah, tetapi juga implikasi budaya yang mendalam bagi identitas bangsa Indonesia. Hal ini menyoroti kekayaan sejarah dan keragaman budaya Nusantara yang tidak selalu sesuai dengan paradigma kerajaan yang umumnya digunakan dalam penulisan sejarah.

Pemahaman yang lebih mendalam tentang Sriwijaya sebagai kedatuan juga menghormati keragaman budaya dan struktur sosial yang telah ada di wilayah tersebut sebelum dan selama masa kejayaan Sriwijaya. Ini membantu memperkuat kesadaran akan warisan budaya Indonesia yang kaya dan mempromosikan inklusi dalam narasi sejarah bangsa.

Kesimpulan

Dalam menggali sejarah Sriwijaya, penting untuk memahami konteks budaya, politik, dan ekonomi di mana entitas ini berkembang. Istilah “kedatuan” yang digunakan untuk merujuk pada Sriwijaya mencerminkan kompleksitas struktur pemerintahan dan pengaruh maritim yang menjadi ciri khasnya. Dengan memperdalam pemahaman tentang Sriwijaya sebagai kedatuan, kita dapat lebih menghargai warisan budaya Nusantara yang kaya dan beragam serta mempromosikan inklusi dalam narasi sejarah bangsa. Sejarah dan budaya Sriwijaya tidak hanya menawarkan wawasan tentang masa lalu, tetapi juga membantu membentuk identitas dan kesadaran kolektif bangsa Indonesia pada masa kini.

Kontributor: Aisyah